BiNusian weblog
RSS icon Home icon
  • Mini case 1 : Marconi

    Posted on June 14th, 2009 xire11 No comments

    Acquisition Spree Leaves Marconi in Need of Knowledge Management (KM)
    Oleh Louise Fickel

    1 November, 2001 – CIO – Saat Marconi sedang dalam shooping spree dan memperoleh 10 perusahaan telekomunikasi dalam periode 3 taun, mereka mengalami tantangan serius: Baigaimana bisa manufacturer $3 miliyar dari peralatan telekomunikasi meyakinkan agen pendukung teknikalnya cukup mengetahui tentang teknologi yang baru saja diraih untuk memberikan kecepatan dan keakuratan jawaban kepada pelanggan di telpon? Dan bagaimana bisa Marconi membawa agen baru secepatnya pada semua produk perusahaan?

    Agen pendukung teknikal Marconi? 500 engineer tersebar di 14 call center di seluruh dunia? Dialapangan diperkirakan 10.000 pertanyaan setiap bulannya tentang produk perusahaan. Sebelum akuisisi, agen berpengang pada Tactics Online, sebuah extranet dimana mereka dan pelanggan bisa mencari pertanyaan yang sering ditanyakan dan teks dokumen. Sebagai agen baru dan produk tergabung di rank perusahaan, Marconi mau untuk memberikan suplemen website dengan sistem knowledge management yang komprehensive. Sehinggan knowledge mereka tentang produk yang telah mereka dukung. “Mereka merasa bahwa knowledge mereka adalah sebuah selimut keamanan yang membantu mereka menggaransi pekerjaan merka,” kata Cave Breit, Direktur dari teknologi dan R&D untuk management servis di Warrendale, Pa. “Dengan semua akuisisi, sangatlah penting agar kita semua menghindari papan pengingat knowledge dan pembagian nya sebagi penggantinya.”

    Pada waktu yang sama, Marconi mau untuk men-streamline organisasi servis pelanggannya dengan membuat labih dari produknya dan sistem informasi yang tersedia secara langsung ke pelanggan dan memperpendek waktu dari panggilan pelanggan. “Kami mau untuk menggangkat Web untuk pelanggan self-servis melawan meningkatnya angka dari agen,” kata Breit. “Kami juga mau untuk menyediakan engineer garis depan kami [yang berinteraksi langsung dengan pealnggan] dengan informasi yang lebih, kecepatan yang lebih sehingga mereka bisa menyelesaikan panggilan lebih cepat.” Dibangun di atas KM Foundation.

    Saat Marconi memulai mengevaluasi teknologi knowledge management pada musim semi 1998, konsep dari sharing knowlegde diantara agen bukanlah hal yang baru. Agen telah terbiasa untuk bekerja dalam tim dari tiga tau empat orang, berkumpul dalam ruangan perang fashion untuk memecahkan isu teknikal pelanggan. dan setahun sebelumnya, Marconi telah memulai mendasarkan persentase dari agen perempat bonus dari banyaknya knowledge yang mereka masukkan ke Tactics Online juga dari keterlibatan mereka dengan mentoring dan training agen lain. “Setiap agen diharapkan untuk mengajar 2 kelas pelatihan dan menulis 10 FAQ untuk memperoleh bonus penuh mereka,” kat Breit. “Saat kami membawa perusahaan baru online, agen baru memperoleh rencana bonus yang sama. Ini menjangkau memperbolehkan kami untuk membuat sebuah lingkungan knowledge-sharingg yang sangat terbuka.”

    Untuk meningkatkan Tactics Online, Marconi memilih software dari ServiceWare Technologies, sebagian karena teknologinya bisa berintegrasi secara mudah dengan sistem Remedy CRM perusahaan, yang digunakan agen untuk log panggilan yang masuk dari pelanggan dan melacak interaksi pelangga lain. Dalam tambahannya, kata Breit, Marconi mau agennya untuk mempopulasikan database Oracle dari informasi produknya yang sudah ada.

    Divisi Breit menghabiskan 6 bulan mengimplementasikan sistem dan pelatihan agennya yang baru. Sistem? Penamaan KnowledgeBases? terhubung ke psistem CRM perusahaan dan ditenagai oleh database Oracle.Pandangan yang terintegrasi dari pelanggan dan produk Marconi menyediakan kepada agen dengan sejarah yang komprehensive dari interkasi. Agen pendukung teknikal bisa, contoh, menaruh tanda di database dan secepatnya mengambilnya di satu titik dimana pelanggan terakhir berbicara dengan agen lain.

    Di Garis Depan

    Tactics Online menyeimbangkan sistem baru. “Data disimpan di KnowledgeBase adalah tips troubleshooting yang spesifik dan arahan pada berbagai garis produk kami,” kata Zehra Demiral, manajer dari sistem knowledge management. “Tactics Online, dilain hal, lebih seperti pintu utama bagi pelanggan untuk datang masuk ke organisasi pendukung pelanggan kami. dari situ, pealnggan bisa mengakses KnowledgeBase atau permintaan servis mereka atau pelatihan manual online kami.”

    Agen pendukung teknikal sekarang bisa bergantung pada KnowledgeBase untuk solusi terakhir untuk masalah produk costumer dan sistem. Agen level 1 menjawab panggilan masuk, menyelesaikan masalah pelanggan bila mungkin, mencatat panggilan dalam sistem CRM perusahaan dan mentransfer panggilan yang lebih sulit ke agaris atas yaitu agen level 2. Agen level 2 sementara itu, adalah jantung dari organisasi, membuat sekitar 70 persen dari orgasnisasi pendukung teknikal. Mereka menangani panggilan yang lebih sulit dan masalah troubleshoot dan diagnosa peralatan dan jaringan. “Mereka adalah yang utama dari knowledge pengguna dan kontributor kami,” kata Breit. “Mereka menulis hingga sinopsis dari panggilan dan menyajikannya menjadi KnowledgeBase [dalam basis yang berjalan] sehingga agen lain bisa merujuk ke solusiya nanti.”

    Setelah agen level 2 memasukkan knowledge “mentah” mereka ke antrian yang tertahan, agen level 3 mengkonfirmasi keakurasian dari informasi, membuat perubahan yang dibutuhkan dan kemudian memasukkan dokumen tersebut ke Demiral. (Agen level 3 juga bertindak sebagai konsultan, membatu agen level 2 menyelesaikan masalah dan menyediakan seperti perantara antara agen dan departemen engineering perusahaan) Keseluruhan proses dari peng-update-tan sistem KnowledgeBase dengan tipikal solusi baru memakan waktu anatara tiga hari dan dua minggu.

    Perubahan Peran

    Seperti Bret antisipasi, peng-implementasian KnowledgeBase telah merubah peran agen. Agen level 1, sebagai contoh, sekarang melakukan lebig dalam – pendalaman troubleshooting karena mereka memiliki informasi lebih yang ada di ujung jari mereka. Faktanya, mereka menyelesaikan dua kali lipat sebanyak panggilan itu sendiri (50 persen jadinya dari pada 25 persen) dalam waktu yang pendek (10 menit dibandingkan 30 menit). Sejak agen level 1 bisa menangani panggilan lebih banyak, grup ini telah mengganda dalam ukuran dalam dua tahun terakhir.

    Transisi tersebut bukanlah tanpa sedikit maslah, akan tetapi, untuk agen level 2 dan level 3. Tepatnya, peran mereka berubah secara signifikan. “Daripada hanya memasukkan halaman HTML ke Tactics Online, mereka sekarang diminta untuk menganalisa masalah dalam cara yang lebih prosedural dan menciptakan ‘pohon’ diagnostic,” kata Breit. “Itu adalah cara yang lebih analitical untuk berpikir melalui masalah. Kebanyakan dari orang-orang ini telah memikirkan kebutuhan dari ‘bapa cara tercepat untuk mengatasi masalah’ daripada ‘apa cara yang paling efektif untuk mengatasi masalah’.”

    Dengan ratusan orang memasukan solusi, Marconi lebih peduli mendapatkan lebih banyak dari roda penemuan kembali. “Disana bisa terdapat lima atu enam cara untuk mengatasi masalah [yang sama], tapi ada satu cara yang lebih efisien,” kata Breit. Untuk menemukan dan melanjutkan solusi yang paling efisien, agent ibutuhkan untuk mem-flowchart setiap dari solusi mereka untuk tiga bulan pertama mngikuti peluncuran KnowedgeBase. “Sangatlah menakjubkan bagaimana banyak [agen] yang tidak sadar dengan metodologi mereka sendiri,” kata Breit. “Itu sangat menyakitkan, tapi mereka akhirnya merasa mereka menghasilkan karena mereka mengerti bagaimana mereka menyelesaikan masalah.”

    Sebagai hasil, agen sekarang menciptakan solusi teknikal untuk pelanggan dengan lebih efisien? dan logis? Cara yang mungkin daripada hanya menawarkan solusi “quick and dirty”. Pikirkan perbedaan antara hanya diberitahukan apa kunci untuk ditekan di PC-mu dan diajarkan bagimana software-mu bekerja dan logika dibelakang menjalankan sebuah rangkaian dari keystroke. Sekali kau mengerti bagaimana produk bekerja, kamu bisa menggunakan software lebih efektif dan menyelesaikan lebih banyak masalaha sendiri.

    Agen juga harus merubah cara mereka menyajikan solusi ke pelanggan. “Kami mau untuk menyajikan sebuah alat kolaborasi untuk karyawan dan pusat perpustakaan untuk pelanggan kami,” kata Demiral. “Engineer mau untuk menyediakan banyak informasi yang detil tapi kami membutuhkan suatu ukuran dari simplicity dari jark tata letak pelanggan diantara agen. Lalu saya akan mengingatkan [agen] bahwa ini adalaha alat yang kami ingin pelanggan gunakan dan mereka harus mengaturnya, menulis, dan mempresentasikan isi dengan pelanggan di pikiran mereka.”

    Membuat Itu bekerja

    Demiral menghabiskan banyak waktu kerja dengan agen level 3 untuk membuat solusi mereka kurang ompleks dan men-streamline proses ulasan mereka. “Kami harus melalui dua iterasi dari bagaimana untuk mengorganisasi dan mempersembahkan isinya,” kata Demiral. “Pelanggan biasa berpikir dalam lingkup dari produk dan kemudian masalah. Tapi engineer biasa berpikir tentang masalah dulu baru kemudian produk.

    Sebagai hasil : Pelanggan biasanya tidak mau mengerti keseluruhan dari solusi. Pada saat yang sama, Marconi harus bekerja meringankan keraguan agen level 3 yang membuat mereka bertanggungjawab untuk mengulas isi solusi bisa secara tiba-tiba merubah merka menjadi penulis teknikal.

    Marconi Menghadpai maslah budaya juga. “Kebutuhan bisnis berbeda dalam bagian yang berbeda di dunia,” kata Demiral. “Apa yang mejadi latihan normal bisnis untuk orang Amerika mungkin tidak biasa di manapun.” Di Eropa, contoh, nilai dari sistem KnowledgeBase tidak sepenuhnya diterima. Tapi setelah karyawan disana melihat bahwa pelanggan bisa menggunakan system untuk menyelessaikan masalah mereka sendiri, merka pun memakainya. Sebuah pengalaman telah di buat menjadi bagaimana Marconi mencapai KM. “Kami kadang-kadang masih harus memperkenalkan ide dari knowledge management dari waktu ke waktu, memvalidasikannya, dan kemudian melaju kedepan,” kata Demiral.

    Untuk meyakinkan bahwa agen terus mengkontribusikan knowledge baru ke KnowledgeBase, Marconi menggunakan reward. Selain bonus, kontributor knowledge memperoleh penghargaan saat meeting da di koran. “Reward membantu memebri makan budaya ini,” kata Breit. “Tekanan juga juga bermain peran. Semua orang ingin berkontribusi karena itu adalah hal yang harus dilakukan. Kamu juga harus meyakinkan bahwa sistem berjalan baik dan bahwa karyawan menggunakannya cukup lama untukmelihatnya bekerja. Itu harus ditambhakan di pelatihan dan diintegrasikan secara penuh ke operasi sehari-hari sehingga menjadi bagian dari bagaimana kamu menjalankan bisnis.” © 2008 CXO Media Inc.

    Leave a reply